(Part 3)
…..
Hari ini tepat 6 bulan bagi para santri angkatan tahun ini dan 3 bulan bagi Mufti. Sebagaimana program pondok ini bahwasanya setiap 3 bulan sekali diadakan ujian santri, bagi lisan maupun tulis, baik hafalan maupun pemahaman. Tentu hal ini membuat jantung berdebar, takut. Tetapi siap belum siap, akan tetap diadakan.
Awalnya Mufti menunggu hal ini karena ia ingin mengetahui perkembangan pengetahuannya selama ini, namun selama tiga hari belakangan ini dia kurang sehat, belum lagi terkadang ia selalu diperalat oleh kakak-kakak senior yang tidak menyukainya. Akhirnya kondisi pun kurang stabil. Tapi ia tetap nekat ikut ujian, padahal pengurus pendidikan memberikannya keringanan agar ujian khusus dirinya diundur tiga hari kedepan sampai tubuhnya benar-benar sembuh.
Saat ujian dimulai, semua peserta dibagikan soal berjumlah 50 (esai semua). Isinya meliputi ilmu tauhid, tajwid, akhlak, fiqih dan tarikh islamiyyah. Dengan membaca basmllah dan do’a lainnya, seluruh santri mulai mengisi soal tersebut dengan kurun waktu 60 menit.
Empat puluh menit kemudian, sang Ustadz yang menguji mendpati Mufti terlelap tidur. Beliau pun segera membangunkan dan meneggur.
“Mufti?”
“Mufti?!”
“Muftiiii, bangun!!!”
Mufti pun terperanjat, kaget. “Astagfirullah, ‘afwan, Ustadz.” Ucapnya dengan penuh rasa bersalah
“Apa hukuman yang harus saya terima, Ustadz? Saya siap.” Lanjut Mufti
“Selesaikan dulu soal-soalmu, baru hukuman menyusul!” Jawab Sang Ustadz
“Alhamdulillah sudah, Ustadz.” Ucap Mufti lembut
Sang Ustadz dan yang lainnya terkejut
“Sudah? Mana saya ingin lihat!”
Mufti pun menyodorkan kertas ujiannya dengan sopan
Sang Ustadz terkagum melihat tulisan Mufti yang cukup rapih dan nampak jawabannya benar. Beliau pun memeriksanya sampai akhir soal.
“Hukuman dibatalkan!” Ucap Sang Ustadz
Mufti dan seluruh santri terkejut
“Kok bisa, Ustadz? Kan saya bersalah. Maaf.”
“Bagaimana mungkin saya menghukum orang yang jelas-jelas tertidur karena sedang kurang sehat, sedangkan soal ujian dijawab dengan cepat dan tepat?!”
Para santri semakin terkejut “Masyaa Allah..” ucap mereka serentak.
“Alhamdulillah…” ucap Mufti pelan
“Silakan kamu istirahat dan minum obat, setelah 30 menit kamu kembali lagi.” Perintah Ustadz
“Baik, Ustadz. Terimakasih banyak…” jawab Mufti santun
Ketika Mufti telah melangkah jauh, salah seorang pengurus pendidikan menghampiri sang Ustadz dan berkata, “Maaf Ustadz, kertas ujian ini untuk yang sudah mondok 6 bulan. Mufti salah kertas.”
“(Menggelengkan kepalanya) Masyaallah tabarokallah, Mufti..!” Jawab Sang Ustadz
“Apakah Mufti harus mengulang ujiannya, Ustadz?”
“Soal-soal di sini lebih sulit dan lengkap dibandingkan soal-soal yang memang seharusnya ia kerjakan. Jadi saya pastikan, tentu ia akan tetap mampu mengerjakannya.” Jawab Sang Ustadz dengan bijak dan tegas
“Baik, Ustadz.”
…..
Beberapa mata ujian telah usai dilaksanakan dan dari semua itu Mufti menempati urutan ke 2 santri terbaik. Semua orang nampak kagum begitupun dengan para Asatidz termasuk Pak Kiyai. Dengan demikian, Mufti diberi penghargaan berupa sertifikat “SANTRI TELADAN” dan sejumlah uang Rp.500.000.
Beberapa santri yang tak menyukainya semakin menjadi-jadi hingga syetan membisiki yang tidak-tidak kepada mereka.
…..
Di malam hari, usai aktivitas pondok, ada beberapa santri yang menghampirinya ke kamarnya.
“Dek Mufti, kita mau bertanya…” ucap mereka
“Silakan, kak…” jawab Mufti lembut
“Kok Dek Mufti bisa sih se-pintar ini? Memangnya gimana cara kamu belajar?”
“(Tersenyum) Aku belajar sebagaimana kalian semua belajar, Kak. Paling selebihnya saya sering muroja’ah aja. Tapi kalau menurut saya sih kuncinya itu “ikhlas” baik ibadah maupun belajar, karena ikhlas itu kan cuma “Allah” yang dijadikan tujuan… insyaallah Allah pasti akan lebih memudahkan.” Jawab Mufti dengan sopan dan senyum
“Astagfirullah, bener juga kamu, Dek. Mungkin kita susah menghafal karena kita kurang ikhlas, masih ada perkara-perkara lainnya dalam hati yang menjadi tujuan. Terimakasih ya ilmunya, Dek..”
“Iya, kak. Berterimakasihnya ke Allah. Aku cuma wasilah aja hehe… sama satu lagi kak, jangan lupa ikhlas berkhidmah kepada guru sesuai kemampuan kita, oke!”
“Oke, Dek Mufti!”
(BERSAMBUNG)