Rebo wekasan mahsyur di kalangan daerah islam seperti masyarakat Jawa, Sunda, Madura, dll. Karena rebo wekasan sendiri merupakan suatu tradisi ritual islam turun-temurun yang dilaksanakan tepat di hari rabu pada akhir bulan shofar (bulan ke dua dari kalender hijriyah). Pada mulanya, diadakannya tradisi ritual rebo wekasan merupan anjuran dari seorang Syekh yang bernama Ahmad Bin Umar Ad-Dairobi dalam beberapa kitab salaf salah satunya kitab Hayatu Zain, Fatul Malik Al-Majid, dll. Dalam kitab-kitab tersebut disebutkan bahwa ada seorang Wahyullah yang telah mencapai maqam kasyaf mengatakan bahwa di setiap hari rabu pada akhir bulan shafar Allah SWT menurunkan ratusan, ribuan, bahkan ratusan ribu yang kurang lebih sampai 320.000 bala dan penyakit. Dengan demikian, beliau menyarankan umat islam agar melaksanakan ibadah khusus dan berdoa memohon perlindungan kepada Allah SWT. Selain itu beberapa ulama yang melestarikan tradisi itu menambahkan ibadah lainnya seperti shodaqoh, sebagaimana yang elah disabdakan oleh Rasulullah SAW bahwasannya shodaqoh itu dapat menolak (menjauhkan dari berbagai) bala.
Berkaitan dengan hal ini, di Pondok Pesantren Albaqiyatusshoihat pun melaksanakan tradisi islami tersebut terlebih karena ulama di Bekasi dahulunya melaksanakan pula. Dan di Cibogo ini, shodaqohnya dengan ketupat atau dikenal dengan “Sedekah Ketupat”, jadi seluruh santri berkumpul di aula pesantren bersama Pak Kiyai yang memimpin tahlil dan hadiyah serta do’a bersama. Setelah itu baru memakan ketupat bersama-sama.
Patut kita yakini bahwasannya apapun yang terjadi adalah atas kehendak dan kuasa Allah SWT. Maka kita hanya boleh takut kepada-Nya, bukan justru kepada selain-Nya. Begitupun dengan persoalan bulan shofar ini yang dipercayai oleh para kaum Jahiliyyah zaman dulu yang menilai negative secara berlebihan samapai beranggapan dan menyebut bulan shofar adalah “Bulan Sial”. Sehingga mereka enggan banyak beraktivitas serta tidak mau merayakan apa-apa seperti pernikahan dan sebagainya di bulan shofar karena rasa takut tersebut.
Dengan demikian, kita selaku umat yang mengaku beriman kemapa Allah SWT, hendaknya lebih membersihkan hati karena takut terjerumus pada lubang maksiat bahkan kemusyrikan. Na’udzhubillah! Namun, meski seperti itu, sebagai makhluk yang lemah, kita pun dianjurkan untuk berikhtiar. Karena pada dasarnya apapun yang Allah berikan merupakan sarana kasih-sayang dari-Nya, dan Ia menginginkan kita selalu kembali kepada-Nya. Sebagaiamana firman-Nya dalam hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabroni yang bersumber dari Abu Umamah r.a yang berbunyi, ‘Allah SWT berfirman kepada Malaikat-Nya : “Pergilah kepada hamba-Ku. Lalu timpakanlah bermacam-macam ujian kepadanya, Aku ingin mendengar suaranya.”