….. Dari sudut jalan, terlihat dari kejauhan gerbang Pesantren bahwa ada seorang anak lelaki yang semakin mendekat. Rupanya dia benar-benar akan menghampiri. Saat salam iya lafadzkan dari lisannya, bagian penerima tamu pun menghampiri dan menjawab salamnya.
“Maaf dek, ada perlu apa kau kemari?” Tanya pengurus
“Saya mau mondok di sini, apa persyaratannya agar bisa masuk gratis?”
“Maksudmu beasiswa?”
“Iya, Kak.”
“Memangnya kau sudah pernah mondok? Punya hafalan apa?”
“Tidak, Kak. Justru karena belum memiliki pengalaman makanya saya mau mencari.”
“Bagaimana kamu bisa mendapatkan beasiswa sedangkan tidak punya bekal sama sekali?”
“Maka dari itu saya bertanya bagaimana atau apa saja persyaratannya.”
“Di mana-mana beasiswa itu pasti dites hafalan, pemahaman, dll gak bisa asal-asalan!”
“Baik, apa yang harus saya hafalkan sekarang?”
Dengan tampang tidak yakin, pengurus memandang anak laki-laki itu cukup sinis dan memintanya menunggu untuk menanyakan kepada bagian pendidikan umum.
….. Lima belas menit kemudian pengurus itu datang kembali dan meminta anak laki-laki itu untuk ke ruangan pendidikan.
Sesampainya di sana, bagian pendidikan mempersilakannya duduk.
“Siapa namamu, Dek?” Tanya pengurus pendidikan dengan lembut
“Muhammad Miftahul ‘Ilmi, Kak.” Jawab anak laki-laki itu dengan santun dan tegas.”
“Masya Allah! Berarti dipanggilnya?”
“Mufti, Kak.”
“Kok bisa?”
“Singkatan dari nama lengkap saya dan itu dapat almarhum Ayah saya yang menetapkannya.”
“Subhanallah. Ayahmu seorang ulamakah?”
“Ayah saya tidak tahu dan tidak paham ilmu agama sama sekali selain sholat, Kak. Makanya beliau berwasiat kepada saya agar setelah lulus SD saya mondok ke pondok pesantren.”
“(menahan rasa haru) Kalau Ibumu?”
“Entah. Beliau sejak melahirkan saya langsung dibawa pergi oleh seseorang yang Ayah saya pun tidak mengenalinya.”
“Jadi kamu tinggal dengan siapa selama ini?”
“Setelah Ayah meninggal saya diurus oleh tetangga Ayah saya, Kak. Alhamdulillah.”
Karena tak kuasa terus-terusan mendengar kisah hidup Mufti, pengurus pendidikan pun segera menyelesaikan wawancara pribadi. Lalu segera pada intinya.
“Baiklah, bila kamu benar-benar niat belajar di sini, kamu harus memenuhi beberapa syarat berikut. Yakni, 1. Hafalkan Q.S Yaasiin dalam waktu 30 menit. Terserah kamu sanggupnya berapa ayat, dengan catatan harus betul tajwid dan makhorijul hurufnya. Untuk persyaratan berikutnya nanti setelah selesai persyaratan pertama, begitu selanjutnya.”
“Baik, Kak. Saya siap.”
“Oke, dimulai lima menit lagi. Sekarang kamu wudhu lalu duduk di tempat yang telah disediakan.”
“Iya, kak.”
…. 30 menit kemudian, Mufti telah berhasil menghafal 50 ayat. Karena standar minimalnya 15 ayat, maka ia dinyatakan lulus tes pertama.
“Baik, lanjut syarat ke dua. Yakni, pahami maksud dari terjemahan kitab fiqih ini. Dalam waktu 30 harus sudah paham dan langsung menjelaskan.”
“Bismillah, baik, Kak.”
….. 30 menit kemudian, Mufti menjelaskan maksud dari kitab tersebut dan 78% penjelasannya tepat. Ia pun dinyatakan lulus.
Begitupun dengan beberapa tes lainnya. Dan jumlah/hasil nilai yang diakumulasi mencapai 80% , itu artinya Mufti lulus secara keseluruhan dalam tes dan ia dinyatakan lulus beasiswa. Mufti pun bersujud syukur mendengar itu.
…..
Sebenarnya, pondok pesantren tersebut sudah tidak lagi menerima santri baru apa lagi yang beasiswa karena waktu belajar sudah berlangsung tiga bulan lamanya. Namun karena kecerdasan dan harunya kisah hidup Mufti, pengasuh pondok pesantren meminta kepada pengurus pendidikan untuk menerimanya. Tetapi, berhubung kamar santri full, dengan berat hati ia ditempatkan di ruangan cukup kecil yang bersampingan dengan dapur pesantren. Namun tempatnya tetap bersih dan rapi. Dan dengan senang hati, Mufti menerimanya.
Setelah beberapa saat istirahat, Mufti pun mencari ide untuk mendesain kamarnya agar terasa lebih nyaman untuk ia semangat ibadah daan belajar. Dalam waktu satu jam ia mampu menyelesaikannya. Kebetulan ketua pengurus mendatangi kamarnya untuk memberikan kitab-kitab. Dan ketika membuka pintu, ia terkejut dengan spontan berkata, “Kok kamarnya jadi bagus gini? Sejak kapan?”
“Sejak saat ini. Baru saja saya selesai mendekor kamar ini, hehe.” Jawab Mufti dengan polos
“Masya allah, kamu kreatif juga, ya?! Keren! Ini ambil kitabnya, Dek.”
“Baik, kak. Terimakasih banyak.”
“Iya sama-sama. Semangat ya?!”
“Siap, kak!”
(BERSAMBUNG)