Kepedihan Dalam Keikhlasan
Dalam hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Al-Qudla’i, Ad-Dailami dan Al-Hakimut-Turmudzi dari Anas r.a, Allah SWT berfirman :
اذا وجهت الى عبد من عبيدى مصيبة فى بدنه او ما له او ولده ثم استقبل ذالك بصبر جميل استييحت منه يوم القيامة ان انصب له ميزانا او انشر له ديوا نا
“Apabila telah Ku bebankan kemalangan (bencana) kepada salah seorang hamba-Ku pada badannya, hartanya, atau anaknya, kemudian ia menerimanya dengan sabar yang sempurna, Aku merasa enggan menegakkan tibangan baginya pada hari qiamat atau membukakan buku catatan amalannya baginya.”
___________________♡♡♡___________________
Semesta nampak ikut tersenyum manis, menyaksikan kebahagian yang tersirat pada dua insan yang tengah melafadzkan janji suci di hadapan para saksi. Hal yang sangat dinanti selama bertahun-tahun lamanya, akhirnya terlaksana tepat pada hari ini. Mereka bernama Khadijah Nadhiyal Hifdza Qur’ani dan Raihan Syauqillah, sepasang kekasih yang sangat menjaga kesucian cinta. Cintanya terlapisi oleh keimanan, tidak pernah ternodai sedikitpun. Sejak pertama dipertemukan oleh Sang Maha Kasih di sebuah lembaga pendidikan, rasa cinta telah tertanam dalam hati mereka dan Raihan segera menyatakan hal itu secara langsung di hadapan kedua orang tua Khadijah dan berniat ingin melamar. Kedua orang tua Khadijah menyerahkan hal itu kepada Khadijah.
“Bagaimana, Nak?” tanya sang Ayah lembut
Khadijah menjawab, “Saya tidak memiliki alasan untuk menolak cinta seorang Dokter yang memiliki iman yang kokoh seperti anda. Seorang Dokter lulusan Pesantren yang menguasai ilmu tauhid dan fikih.”
“Alhamdulillah.” ucap Raihan sambil menghela nafas bahagia. Lisannya tak pernah berhenti berdzikir kepada Sang Maha Suci.
“Namun izinkan saya untuk merampungkan pendidikan S1 saya terlebih dahulu.” pinta Khadijah
“Baiklah, akan saya tunggu engkau hingga menyelesaikan pendidikan.” jawab Raihan tanpa merasa keberatan
♡♡♡
Setelah dua tahun lamanya menunggu Khadijah lulus kuliah, akhirnya kini mereka pun telah menjadi pasangan yang halal. Mereka bersama-sama membangun rumah tangga dengan balutan iman dan takwa. Saling mendukung terhadap profesi masing-masing. Raihan sebagai Dokter di Rumah sakit terbesar di Indonesia dan saat ini Khadijah pun diterima sebagai Dosen tafsir qur’an di salah satu Universitas Islam ternama di Indonesia. Hingga bersama-sama mereka meraih kesuksesan, dapat membangun rumah mewah dan hampir memiliki segalanya. Namun hal itu tidak menjadikan mereka lalai akan ibadah, justru kekayaan itu mereka jadikan ladang investasi akhirat dengan melaksanakan amal shaleh.
Suatu hari, Khadijah pamit untuk pergi ke Kampus. Ia cium tangan suaminya, lalu melangkah pergi. Kemudian Raihan pun berangkat ke Rumah sakit.
Seperti biasa, Raihan tidak pernah memberatkan pasien yang kurang mampu. Sering kali ia menangani dengan maksimal tanpa menerima bayaran sedikit pun. Hingga tiba saatnya ada seorang Bapak miskin dengan pakaian kumuh membawa anaknya ke rumah sakit itu. Awalnya Bapak miskin itu tidak diterima masuk oleh keamanan Rumah sakit karena khawatir melakukan penipuan seperti minggu lalu. Namun Raihan menghampiri dan mempersilahkannya masuk ke dalam. Ia pun bersedia bertanggung jawab bila terjadi hal yang buruk pada Rumah sakit.
Dengan santun Raihan membawa Bapak miskin dan anaknya ke dalam ruangannya lalu mengajak sedikit berbincang-bincang.
“Mohon maaf, Bapak dari mana dan anak Bapak sakit apa?” tanya Raihan lembut
Denga nafas yang terengah-engah dan raut wajah cemas, Bapak miskin itu menjawab, “Saya dari pelosok, Dok. Anak saya menderita sakit jantung sejak kecil dan sekarang sudah kronis. Puskesmas dan Rumah sakit di desa tidak lagi sanggup menangani, mereka merujuk ke Rumah sakit besar yang lebih lengkap peralatannya tapi biayanya sangat mahal. Lalu saya diberitahu salah seorang tetangga bahwa di Rumah sakit ini ada seorang Dokter yang sangat dermawan, namanya Dokter Raihan. Maka dari itu saya mau meminta pertolongannya, bolehkah saya bertemu dengannya?”
Raihan terdiam. Asistennya berkata, “Ini, Dokter Raihan, Pak.”
“Alhamdulillah… Dok, tolong saya…” pinta Bapak itu hampir bertekuk lutut namun ditahan oleh Raihan
“Jangan lakukan itu, Pak. Saya pasti akan menolong. Sekarang Bapak istirahat sejenak, minum dulu, ya. Ini air minum untuk Bapak. Saya periksa kondisi anak Bapak dulu.” ucap Raihan yang kemudian beranjak memeriksa anak Bapak itu.
“Terima kasih banyak, Dok.”
“Iya, Pak.”
♡♡♡
Betapa terkejutnya ia, ternyata kondisi anak itu benar-benar sangat lemah. Jantung anak itu hampir tidak berfungsi, sedangkan untuk mencari donor jantung tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama. Ia mencoba menghubungi kawan-kawan dan pihak pendonoran, kebetulan stock sedang kosong. Ia pun kebingungan dan sangat khawatir.
Tidak lama dari itu, ia mendengar anak itu membaca ayat suci Al-Qur’an dengan lirih menahan rasa sakit.
“Kau sadar, Dek?” tanya Raihan senang
“Pasti saya di ruang rawat lagi, ya?! Sudahlah, kalau memang dengan saya meninggal dapat mempertemukan saya dengan Rabb saya, saya ikhlas. Dari pada terus hidup menambah dosa dan membuat Bapak menderita.” ucap anak itu dengan air mata yang berjatuhan dan hampir putus asa
“Kamu jangan berkata seperti itu, percayalah bahwa Allah Maha menyembuhkan.” kata Raihan memberi semangat
“Bukan saya tidak percaya kepada Allah. Justru karena saya tidak mau menambah dosa, saya ingin pulang ke alam abadi.”
Raihan terdiam
“Dok,” panggil anak itu
“Ya, Dek? Ada yang bisa saya bantu?”
“Bantu saya untuk melaksanakan shalat taubat. Antar saya ke tempat wudhu.”
“Memangnya kau sanggup berjalan dan melaksanakan ibadah?”
“Yang sakit adalah jantung saya, bukan tubuh saya.”
“Baiklah.”
Raihan pun mengantar anak itu dan membantunya berwudhu, lalu menyediakan peralatan sholat miliknya untuk dipakai anak itu. Ia sangat kagum bercampur haru menyaksikan ketaatan anak itu. Ditambah lagi selesai shalat ia membaca Al-Qur’an dengan fasih tanpa melihat mushaf.
“Kau hafal Al-Qur’an, Dek?”
Anak itu menganggukan kepalanya dengan kerendahan hati.
“Berapa juz?”
“Baru dua puluh juz.”
“Masya allah. Apakah kamu ada niat untuk melanjutkan hafalanmu itu?”
“Ada, tapi sepertinya cukup segini karena usia saya tidak lama lagi.”
Raihan menitikan air matanya. Tiba-tiba anak itu merasakan kembali sakit yang sangat mencengkam jantungnya dan akhirnya jatuh pingsan. Raihan segera menolongnya. ia berusaha semaksimal mungkin menanganinya agar anak itu bisa tetap hidup dan melanjutkan niat baiknya. Namun kemungkinan hidupnya sangat kecil. Lalu ia menarik nafas berat dan meminta Dokter lain untuk menangani anak itu. Ia pergi untuk berwudhu dan melaksanakan shalat mutlak di Mushola yang terdapat di Rumah sakit.
Usai sholat ia berdo’a, “Wahai Allah, Tuhanku… hamba memohon ampun atas segala dosa hamba selama ini dan dengan keikhlasan, hamba rela akan memberikan jantung hamba untuk anak itu demi anak itu dapat melanjutkan niat baiknya menjadi penghafal Al-Qur’an yang mumtaz. Ridhoilah perbuatan hamba ini.”
Setelah berdo’a, Raihan memandangi foto Khadijah yang ada di layar androidnya dengan lekat. Air matanya kembali mengalir, lalu berkata, “Wahai istriku, aku sangat mencintaimu. Namun aku pun mencintai Rabbku. Maafkan aku harus melakukan ini, semoga kelak kita berjumpa kembali di surga-Nya.”
Raihan menulis dua surat. Satu untuk Khadijah dan yang satu lainnya untuk Habibi, anak penderita jantung itu. Kemudian ia segera mengatakan niatnya kepada salah satu rekan sesama Dokter.
“Kamu gila, Raihan?! Resikonya meninggal, lho! Kasihan istri kamu. Bukankah untuk mendapatkannya kamu banyak melakukan pengorbanan termasuk harus menunggu bertahun-tahun? Dan sekarang kamu malah memilih untuk meninggalkannya? Pikirkan perasaannya!”
“Saya tahu, tapi kasihan anak itu.”
“Istri kamu lebih kasihan!”
“Istri saya bisa mendapatkan pengganti saya, tapi anak itu tidak bisa. Sedangkan orang setaat anak itu sangat langka.”
“Tidak, saya tidak bisa lakuin itu!”
“Baik, kalau kamu tidak bisa, saya akan membongkar jantung saya sendiri!”
Raihan melangkah, menuju ruang operasi.
“Gila kamu, Han!”
Kawan Raihan mengejar.
Di ruang opertasi, Raihan menyediakan seluruh peralatan untuk membedah. Kawannya tidak tega menyaksikan itu, lalu mencoba menghentikan namun tidak kuasa. Akhirnya menyerah dan menyatakan akan membantu. Raihan sangat berterima kasih, setelah itu oprasi transfer jantung dilaksanakan.
Saat operasi akan berlangsung, Raihan tak henti-hentinya menyebut nama Sang Maha Esa.
♡♡♡
Beberapa saat kemudian, operasi selesai. berjalan dengan lancar. namun sesuai dengan prediksi, taruhannya adalah nyawa Raihan. Kini Raihan pun telah menghembuskan nafas terakhirnya. Kawannya menangis dengan sejadi-jadinya. Merasa sanagat kehilangan sosok sahabat yang shaleh. Berharap hal ini hanyalah mimpi buruk, namun ternyata memang nyata.
Sementara itu, di Kamus Khadijah sedang ada jadwal. Tiba-tiba dadanya sesak dan tubuhnya melemas. Seluruh mahasiswa menghampiri dan membantu membangunkannya, lalu membawanya ke kantor untuk beristirahat. Perasaannya sangat tidak enak. Pikirannya melayang, ingat kepada Raihan. Ia coba menghubungi suaminya dengan menelpon.
Di Rumah sakit, ponsel Raihan berdering. Kawan Raihan mengambilnya. Ia tersentak karena yang menelpon adalah Khadijah. Ia kebingungan harus mengangkatnya atau tidak. Awalnya tidak ia angkat, namun Khadijah menelpon hingga belasan kali. Akhirnya ia memberanikan diri untuk mengangkat.
“Hallo, Assalamu’alaikum. Kenapa lama sekali angkt telponnya, Kak? Aku sangat khawatir. Tiba-tiba kepikiran Kakak.” ucap Khadijah dengan nada cemas
Kawan Raihan tidak tahu harus menjawab apa.
“Kakak, hallo? Kak…”
“Maaf, saya Rifky.”
“Oh Kak Rifky… Maaf, Kak Raihannya ada? Aku mau bicara dengan Kak Raihan.”
Rifky membisu
“Kak… tolong panggilkan Kak Raihan, ya, maaf…”
Rifky teringat pesan Raihan sebelum meninggal.
“Maaf, Khadijah. Raihannya lagi menangani pasien ke luar kota dan Handphonenya ketinggalan.”
“Kok tidak bilang dulu? Biasanya bilang…”
“Entah, mungkin lupa, karena tadi dia sangat buru-buru.”
“Oh, gitu… terima kasih banyak atas infonya, Kak.”
“Iya, sama-sama.”
♡♡♡
Beberapa jam kemudian Khadijah dikabari oleh Rifky, bahwa Raihan mengalami kecelakaan dahsyat saat perjalanan pulang hingga tidak dapat tertolong dan nanti besok jenazahnya akan diatar ke rumahnya. Khadijah sangat tersentak lalu jatuh pingsan. Asisten rumah tangganya mencari bantuan ke luar untuk menolong.
(Esok hari tiba)
Jenazah Raihan dibawa pulang. Khadijah menangis dengan tersedu-sedu. Ia berharap itu bukanlah jenazah Raihan, tetapi orang lain. Namun saat penutup wajahnya dibuka, ternyata itu benar-benar Raihan, suaminya. Betapa teririsnya hati Khadijah. Hampir saja ia tidak menerima takdir itu, namun ia teringat perkataan Raihan ketika masih hidup, “Allah itu sebaik-baik perancang skenario kehidupan, maka sebagai hamba yang mengaku beriman, kita harus sabar dan ikhlas untuk menerimanya.”. Akhirnya Khadijah meredakan tangisannya. Ia bersitighfar dan menarik nafas berat, mencba ikhlas.
Tak lama dari itu orang tua dan keluarga Khadijah dan Raihan datang. Mereka pun sangat terpukul dengan kepargian Raihan yang tiba-tiba ini. Mereka mencoba menguatkan Khadijah, begitupun Khadijah yang mencoba menguatkan mertuanya.
♡♡♡
Di sore hari, Raihan di makamkan.
“Wahai suamiku, sungguh aku sangat mencintaimu. Engkau laki-laki yang shaleh. Engaku adalah dokter sekaligus guru hatiku. Semoga kelak kita dipertemukan kembali dengan segala keridhoan dan cinta-Nya.” ucap Khadijah dalam hati sambil mengelus nisan suaminya.
♡♡♡
Sementara itu, kondisi Habibi membaik. Setelah sembuh, Rifky memberikan sebuah kotak yang memang diamanahkan untuk Habibi. Ayah Habibi sangat bersyukur atas kesembuhan anaknya, beliau ingin bertemu dengan dokter Raihan untuk mengucapkan terima kasih, namun Rifky mengatakan bahwa Raihan sedang tidak bisa diganggu karena banyak pasien yang harus ditangani.
“Baiklah kalau begitu, kami titip salam untuk beliau.” kata Ayah Habibi
“Iya, akan saya sampaikan.”
“Kami permisi dokter Rifky. Assalamu’alaikum.”
“Iya, Pak. Silahkan. Wa’alaikum salam.”
♡♡♡
Sesampainya di rumah, Habibi membuka kotak dari dokter Raihan itu. Ternyata isinya sebuah Al-Qur’an, surat dan uang sekitar dua puluh juta. Mereka sangat terkejut. Habibi segera membuka surat itu.
____________________________________________
Assalamu’alaikum, Habibi.
Saya sangat mengagumimu. Kamu begitu taat kepada Allah. Tak berhenti ibadah dalam kondisi apapun. Saya harap kamu istiqomah dalam keshalehanmu itu. Aamiin. Ini adalah Al-Qur’an yang sering saya baca, saya harap kamu melanjutkan hafalan dengan Al-Qur’an ini. Dan ini ada sedikit rezeki, pakailah untuk memenuhi fasilitas ibadahmu dengan keluarga. Terakhir, tolong do’akan saya dalam setiap shalatmu agar selalu ada dalam ridho Allah.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum wrohmatullah
Raihan Syauqillah
____________________________________________
Membaca surat itu, Habibi dan Ayahnya menitikan air mata, mereka terharu karena bersyukur dipertemukan dengan seseorang yang berhati malaikat. Mereka pun berjanji akan melaksanakan amanah dokter Raihan.
____________________♡♡♡__________________
BERSAMBUNG……
⚘🌷⚘
Novel, By = @SyifaGarfield😸